logo

Pages

Monday, June 29, 2015

Notes: Cerita Tentang Ball Boy dan Ball Girls Wimbledon




Teriakan yang begitu gemuruh meledak saat seorang petenis menampilkan aksi yang menawan, berbagai macam pukulan ditampilkan dengan teknik apik, ribuan orang kemudian bertepuk tangan dengan kencang, beberapa lainnya sampai berdiri dari tempat duduknya. 

Siapa yang tidak ingin melihat permainan Novak Djokovic yang mengirim bola dengan keras ke lapangan lawan, menyerang dari kini ke kanan, mendominasi permainan lalu diakhiri dengan pukulan winner yang tak bisa dikembalikan lawan. Semua juga kagum dengan pukulan-pukulan Maestro Roger Federer yang acap kali tak bisa diduga oleh penonton seisi stadium, dan juga lawannya. Aksi Serena Williams dan Maria Sharapova pun tak kalah mencuri perhatian. Tak hanya memanjakan penonton dengan permainan, mereka berdua juga tak jarang memikat hati publik Inggris dengan on-court fashionnya yang mempesona, bahkan dengan keberadaan mereka berdua saja di lapangan, sudah merupakan suatu hiburan tersendiri.

Mungkin itulah sekilas bagiamana penonton, di stadium dan yang menyaksikan di rumah, bereaksi ketika melihat para petenis berkompetisi di Wimbledon. Perhatian begitu terpusat pada kedua petenis yang saling beradu di seberang net, di atas hijaunya rumput Wimbledon. Aksi dari beberapa anak yang berdiri tegak di belakang lapangan, sering terlupakan. Seorang anak yang dengan sabar menunggu petenis mengelap keringatnya, seorang anak yang dengan sigap mengambil bola di net, dan seorang anak yang siap siaga di dekat petenis saat break, berjaga jika sang petenis meminta sesuatu.

Ya, ball boys dan ball girls sering kali luput dari perhatian, padahal perannya begitu penting dalam setiap pertandingan. "Ballboy? Mudah, saya pun bisa jadi seorang ball boy!", banyak suara-suara yang senada, menganggap remeh pekerjaan para pengambil bola di lapangan ini. Namun jika kita bertanya pada Caroline Hall, mungkin jawabannya akan berbeda. Caroline Hall adalah gadis yang sempat mendapat perawatan karena bola pukulan Tim Henman mendarat di kepalanya, Caroline kemudian di bawa ke rumah sakit dan mendapat perawatan. Dalam pertendingan tersebut Henman didiskualifikasi dari pertandingan, dia adalah petenis pertama di Wimbledon yang didiskualifikasi dalam sebuah pertandingan.

Hayley Theobalds juga akan mengatakan hal yang tak jauh beda. Menjadi seorang ball boys/girls bukanlah sesuatu yang mudah, saat bertugas di tahun 2000-2002 ia kerap terkena pukulan keras dari servis petenis putra yang bertanding di Wimbledon. Kini Hayley menjadi seorang asissten pelatih para ball boys/girls di Wimbledon.

Meski tidak seberat latihan para petenis pro, para ball boys/girl pun juga mendapat latihan yang cukup melelahkan, sejak saat sebelum seleksi dan saat terpilih untuk bertugas di Wimbledon selama dua pekan. 

Latihan Fisik saat Seleksi Ball Boys/ Ball Girls untuk WImbledon

Wimbledon bisanya digelar di bulan Juni atau awal July, namun para ball boys/girls ini sudah berlatih sejak bulan Februari di AELTC. Sekali dalam dua minggu para calon ball boys/girls akan mendapat training, mereka juga harus mengikuti empat kali sesi training khusus untuk mengenal lapangan. Biasanya latihan tersebut di lakukan sebelum Paskah di lapangan-lapangan utama.

"Mereka butuh stamina yang bugar, disiplin, pengetahuan tentang tennis dan skill untuk berkoordinasi.", ucap Sarah Goldson, manajer Ball Boys/Girls di AELTC tentang apa saja yang harus dimiliki oleh seorang ball boys/girls.

"Semua sesi diawali dengan pemanasan standar; stretching dan gerakan dasar seperti melompat, squat dan beberapa gerakan lainnya yang bisa dilakukan oleh anak sekolahan.", lanjut Sarah.

"Setelah pemanasan selesai, semua trainees harus berdiri dalam kedaan tegak, kedua kaki diberi jarak, kemudia lurus, tangan ke belakang. Mereka harus melakukan ini selama 30 menit. Kedengarannya mudah, namun prakteknya sangat sulit dilakukan. Saya saja baru 30 detik sudah mulai menekuk kaki.", tutur Sarah.

Setelah istirahat Paskah, training mulai rutin dilakukan di Wimbledon hingga pertengahan Juni. Training dilakukan empat kali seminggu, masing-masing sesi berlangsung sekitar 2-2.5 jam dengan peserta 50-60 anak setiap sesi. 

Training mulai berfokus pada skill mengumpan dan menangkap bola. Para trainees harus menggunakan teknik yang tepat untuk menggelindingkan bola, memberi bola ke petenis dan menerima bola dari rekan setimnya. Trainees juga harus mulai belajar memahami kondisi pertandingan, bagaimana harus masuk-keluar lapangan, apa yang harus dilakukan saat tie-break dan saat new balls dibutuhkan, juga bagaimana harus bersikap saat changeover dan saat pertendingan ditunda.

Pada tahap ini, para pelatih mulai membagi tugas ke setiap trainees, satu tim terdiri dari enam orang anak, empat orang bertugas sebagai 'base' yang mengatur laju bola, memberi bola kepada pemain dan mengumpan bola kepada rekannya yang lain. Tugas lain yang dilakukan para 'base' ini adalah menyiapkan handuk setiap diminta oleh petenis, kemudian membawanya ke kursi petenis jika diminta. Para 'base' ini biasanya dipilih berdasarkan postur yang cukup tinggi dan kemampuan yang baik dalam mengumpan dan menangkap bola. Sedangkan dua orang lainnya bertugas sebagai 'centre', yang berlutut di kanan dan kiri net, bertugas untuk mengambil bola yang menyangkut di net lalu mengopernya kepada para 'base', biasanya tugas ini diserahkan kepada trainee yang posturnya lebih pendek.

Teknik mengumpan dengan menggelindingkan bola
jadi teknisk dasar ball boys/girls.

"Base" berdiri di belakang lapangan, memberi bola ke petenis
dan menerima bola dari ball boys/girl lain.

"Centre" berada di dekat net, untuk mengambil bola, lalu mengoper ke para 'base'.


Setelah beberapa Minggu berlatih, akan diadakan tes tertulis dengan soal pilihan ganda. (Contoh pertanyaan dalam tes tersebut: "Jika seorang 'centre' memegang bola setelah point berakhir, apa yang seharusnya dia lakukan terlebih dahulu?)

Mereka yang lolos dalam tes tertulis ini akan berlatih menjadi ball boys/girls dalam pertandingan simulasi dibawah staff yang mengamati bagaimana mereka bertugas, dan meskipun sudah lolos tes tertulis, mereka belum dijamin akan mendapat tempat hingga seleksi akhir berlangsung.

Dari kurang lebih 700 anak yang mendaftar, hanya sekitar 250 anak yang akan terpilih menjadi ball boys/girls untuk perhelatan akbar Wimbledon. Komposisi para ball boys/girls juga diperhatikan, tak hanya asal memilih. Sekitar 160 dari 250 ball boys/girls dipilih dari 540 pendaftar, sedangkan 160 lainnya dipilih berdasarkan usia dan ball boys/girls dari tahun sebelumnya. Rata-rata ball boys/girls di Wimbledon berusia 15 tahun. Sebagian besar dari mereka menghabiskan waktu 2 tahun untuk bertugas sebagai ball boys/girls di Wimbledon. 

Dari 250 ball boys/girls, kemudian dibagi menjadi beberapa tim kerja. Empat tim yang masing-masing beranggotakan enam orang anak terpilih untuk bertugas di Centre Court dan Court no.1. Enam tim yang masing-masing juga beranggotakan enam anak saling bergantian bertugas di show courts. Sedangkan sisanya akan ditugaskan di lapangan-lapangan lain yang tidak termasuk dalam show courts. Biasanya setiap tim akan bertugas selama satu jam, kemudian dirotasi dengan tim lain, setelah istirahat selama satu jam, akan kembali bertugas lagi.

Sebuah tim Ball Boys/Girls sedang bersiap menggantikan tim lain


Satu tim Ball Boys/Girls terdiri dari enam anak

Ball Boys sudah ada sejak tahun 1920 di WImbledon, saat itu para ball boys disediakan oleh Shaftesbury Homes. Mulai tahun 1946 para ball boys diambil dari para relawan dari sekolah atau yayasan yang berada di Inggris. Pada tahun 1977 ball girls mulai diperkenalkan dan untuk pertama kalinya pada tahun 1980 para ball boys/ball girls digabungkan menjadi satu tim, Jadi satu tim bisa berisi ball boys dan ball girls. Delapan tahun sejak diperkenalkan, pada tahun 1985 untuk pertama kali ball girls ditugaskan di Centre Court.

Ball Boys era 1920-an disediakan oleh Shaftesbury Homes


Terpilih untuk ditugaskan sebagai ball boys/girls di Centre Court Wimbledon menjadi pengalaman yang tak terlupakan oleh Hayley Theobald. Dalam pertandingan penting, tidak boleh ada kesalahan. 

"Centre Court sangat menakutkan. Saya ditugaskan di partai final tunggal putri. Saya diberi tahu sehari sebelumnya, sangat menyenangkan. Saya ingat benar bagaimana penonton saat itu begitu menyatu dengan permainan yang disuguhkan, sangat terbawa dengan jalannya pertandingan, saya menonton sekeliling dan terlihat betapa besar turnamen ini."

Terkena bola pukulan dari petenis menjadi sebuah hal yang biasa terjadi pada ball boys/girls. Begitu juga dengan Hayley yang pernah merasakannya.

"Sekali saya pernah terkena pukulan ace dengan kecepatan 100 mph. lalu terdengar suara penonton yang berkata 'Oooh"."

Seorang ball girl dibawa keluar lapangan setelah terkena pukulan bola dari petenis.

Bagi kita para penonton, mungkin para ball boys/girls hanyalah sekedar para pengambil bola yang mempermulus jalannya pertandingan. Namun, bagi mereka sendiri, menjadi ball boys/girls merupakan sesuatu lebih dari sekedar pekerjaan. Mereka berlatih lebih dari empat bulan demi berpartisipasi di Wimbledon, perhelatan megah yang digelar di negaranya, dimana puluhan ribu orang akan menontonnya, dan jutaan orang lainnya akan mengikuti setiap beritanya, ratusan petenis, termasuk mungkin idola mereka sendiri, akan bermain di dalamnya, dan membutuhkan bantuan mereka. Menjadi bagian dari pergelaran Wimbledon adalah sebuah dedikasi, sebuah bagian kecil dari mimpi dan wujud cinta mereka dalam permainan tennis itu sendiri.


-TUINA
(dari berbagai sumber)

0 comments:

Post a Comment

 
Design by fthemes
Bloggerized by Seo Lanka and Blogger Template